Kamis, 17 Juli 2008

Penanganan Anak Balita yang Kekurangan Gizi


Jakarta, Kompas - Sebanyak 3.787 anak balita di DKI Jakarta mengalami gangguan pertumbuhan, termasuk kurang gizi dan gizi buruk. Meski kualitas kesehatan anak-anak itu terindikasi buruk, program perbaikan gizi melalui pemberian makanan tambahan masih terbatas sehingga ada anak yang terpaksa dirawat intensif di rumah sakit.

Demikian dikatakan Kepala Seksi Gizi Komunitas pada Dinas Kesehatan DKI Jakarta Elisbatti, Kamis (17/4) di Jakarta.

Elisbatti mengatakan, para pasien anak yang mengalami gizi buruk itu dirawat di tujuh rumah sakit berbeda. "Semuanya dibebaskan dari biaya perawatan rumah sakit tanpa harus menunjukkan surat keterangan tanda miskin," katanya.

Sementara itu, bagi anak-anak yang menderita kurang gizi, kata Elisbatti, pihaknya menyediakan program makanan tambahan pemulihan (PMTP). Program ini, misalnya, berupa pemberian bubur bayi dan susu, dikoordinasi oleh puskesmas setempat.

Di tempat terpisah, Direktur Utama PT Sido Muncul Irwan Hidayat, Kamis kemarin, menyerahkan bantuan Rp 100 juta untuk perbaikan gizi anak kepada Pemkot Jakarta Utara. Bantuan itu diterima Kepala Suku Dinas Kesehatan Masyarakat Jakarta Utara Paripurna Harimuda, disaksikan Wakil Wali Kota Jakarta Utara Syafruddin Putra.

"Upaya-upaya perbaikan gizi anak memang harus terus dilakukan. Selain dengan pemberian makanan tambahan juga perlu ada pembentukan pos gizi dan kelompok air susu ibu," kata Safruddin Putra.

Gizi buruk di Kota Bekasi

Dinas Kesehatan Kota Bekasi menyebutkan, dari kira-kira 177.000 anak balita di wilayah itu terdapat 15.066 anak balita yang mengalami rawan gizi. Bahkan, sebanyak 735 anak balita di antaranya sudah dikategorikan sebagai penderita gizi buruk.

Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad berjanji, jajaran dinas kesehatan dan seluruh kader posyandu diminta aktif memantau kondisi kesehatan dan gizi keluarga, terutama anak-anak. Pemkot Bekasi sudah mencanangkan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, termasuk perbaikan gizi anak balita.

Status gizi 15.066 anak balita di Kota Bekasi itu diketahui pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bekasi dari hasil penimbangan anak balita Agustus 2007. Menurut Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Kota Bekasi Anne Nurcandrani, sebanyak 735 anak balita terindikasi menderita gizi buruk. Sisanya, 14.331 anak balita, mengalami gizi kurang.

Anak balita yang mengalami rawan gizi itu tersebar di 12 kecamatan di Kota Bekasi, dan jumlah terbanyak berada di Kecamatan Bekasi Utara dan Kecamatan Jatiasih. Di Kecamatan Bekasi Utara terdapat 156 anak balita yang mengalami rawan gizi, sementara di Kecamatan Jatiasih terdapat 107 anak balita yang mengalami rawan gizi.

Dinkes Kota Bekasi mencanangkan PMTP selama 90 hari bagi 500 anak balita yang menderita gangguan gizi buruk.(CAL/COK/ ECA)

Sumber : Kompas

Transplantasi Hati dengan Donor Hidup
Jumat, 18 April 2008 | 01:11 WIB

Singapura, Kompas - Penderita sirosis atau kanker hati di sejumlah negara di Asia, termasuk Indonesia, jumlahnya terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini. Untuk meningkatkan harapan hidup, penderita membutuhkan transplantasi organ hati untuk menggantikan organ tubuhnya yang telah rusak itu. Sayangnya, upaya cangkok hati itu sulit dilakukan karena mahalnya biaya dan sulitnya mendapat donor organ.

"Banyak pasien mengalami perburukan penyakit hingga meninggal dunia dalam penantian donor organ, karena tak banyak orang yang bersedia mendonorkan organ tubuhnya seperti hati jika meninggal dunia. Jika ada donor pun belum tentu cocok dengan pasien," kata konsultan transplantasi hepatologi dan gastroenterologi dari Rumah Sakit Gleneagles, Dr Wai Chun Tao, Kamis (17/4) di Singapura.

Di sejumlah negara di Asia, angka kasus hepatitis B mencapai 10 persen dari total populasi penduduk. Jika tidak diobati, penyakit itu akan berkembang menjadi sirosis atau kanker hati sehingga organ tubuh yang vital itu akan mengalami penurunan fungsi. Masalahnya, banyak pasien datang berobat pada stadium lanjut sehingga harus menjalani cangkok hati.

Untuk mengatasi masalah keterbatasan jumlah pendonor dan ketidakcocokan organ pendonor dengan penerima, kini cangkok hati mulai menggunakan donor hidup. Di Pusat Penyakit dan Transplantasi Hati Asia yang ada di RS Gleneagles, Singapura, misalnya, sejauh ini telah dilakukan 100 tindakan transplantasi hati dengan donor hidup.

Tindakan itu dilakukan dengan mengambil separuh bagian hati pendonor. Kemudian, organ itu dicangkokkan untuk mengganti organ hati penerima donor yang telah rusak atau terserang kanker hati.
(EVY)

Sumber : Kompas

Tidak ada komentar: