Kamis, 17 Juli 2008

Diagnosis Rahim Kini Hanya Rp 100.000,00


BAGI perempuan, hamil merupakan anugerah yang menunjukkan fitrahnya sebagai kaum ibu. Namun, tak semua perempuan bisa hamil. Berbagai cara dilakukan, termasuk mendeteksi kondisi kesehatan reproduksi.

Biasanya, untuk memeriksa kondisi sistem reproduksi perempuan, dilakukan lewat pemeriksaan endoskopi dan operasi laparoskopi. Pemeriksaan endoskopi kandungan menunjang deteksi dini terhadap kemungkinan kelainan pada rahim atau saluran telur perempuan.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan menggunakan teleskop bernama histeroskopi. Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan rahim dengan operasi laparoskopi. Untuk pemeriksaan tersebut, sedikitnya dibutuhkan biaya Rp 5 juta.

Namun, tim dokter dari Klinik Fertilitas Aster bagian Endokrinologi Reproduksi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ RS Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, berhasil memodifikasi alat yang dapat berfungsi sama, yaitu mendiagnosis kelainan dalam rongga rahim dan saluran telur.

Penemuan alat diagnosis rongga rahim tersebut, mendapat penghargaan di bidang penelitian Assisted Reproductive Technology (ART) atau Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) yang diberikan lembaga Asia-Pasific Initiative on Reproduction (Aspire) pada 13 April 2008 di Singapura.

Penemuan itu dituangkan dalam makalah berjudul "Modified Color Doppler Sonohysterosalpingo graphy Using 0,9% NaCL Solution As Contrast Medium for Tubal Patency Evaluation".
Makalah itu masuk jajaran tiga terbaik dari sekitar 800 makalah yang dilombakan pada kategori tersebut di tingkat Asia Afrika.

Mewakili tim peneliti, dr. Tono Djuwantono, Sp.OG.,K.F.E. R. menjelaskan, alat deteksi rongga rahim itu merupakan hasil modifikasi sejumlah alat sederhana. Kateter yang biasa digunakan untuk bayi disambungkan dengan spet 50 cc berisi cairan NaCL 0,9% hangat, untuk mengurangi rasa sakit saat alat tersebut dimasukkan ke dalam rahim.

Cairan NaCL yang berfungsi sebagai zat kontras akan menunjukkan kondisi rongga rahim dan saluran telur saat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) pada bagian perut.
"Dengan zat kontras itu, kondisi rongga rahim dan saluran telur dapat terlihat saat pemeriksaan USG," katanya.

Kondisi rongga rahim dan saluran telur yang baik, akan terlihat dari warna biru pada saat USG. "Kalau muncul warna lain, maka terdiagnosis kelainan seperti polip dan miom. Sedangkan kalau saluran telurnya buntu, maka perempuan itu kemungkinan tidak dapat memiliki anak," ujarnya.

Pendeteksian menggunakan alat itu hanya membutuhkan biaya Rp 100.00,00. Selain lebih murah, tingkat akurasinya pun cukup besar sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang membutuhkan deteksi kelainan rahim.

Menurut Tono, prosedur yang sederhana untuk mendeteksi rahim tersebut, diharapkan dapat diaplikasikan para dokter kandungan yang bertugas di daerah terpencil. "Operasi laparoskopi memang prosedur terbaik untuk diagnosis, tapi biayanya sangat mahal," katanya.

Dengan alat modifikasi itu, kaum perempuan di daerah-daerah bisa memperoleh pelayanan untuk mendiagnosis kelainan awal penyebab kemandulan, tanpa perlu dirujuk ke rumah sakit besar. "Selain itu, teknologi tepat guna ini juga murah, sehingga tidak lagi memberatkan pasien," ungkapnya.

Selain mencoba menyosialisasikan aplikasi alat tersebut, tim RSHS pun berusaha untuk mendaftarkan hak paten atas modifikasi alat tersebut. "Hasil penelitian ini merupakan karya dokter Indonesia, karena itu kami perlu melindunginya agar tidak diklaim pihak luar," ungkap Tono.

Penghargaan atas penemuan itu tidak dinilai dari kecanggihan teknologi yang digunakannya, tetapi bentuk modifikasi sederhana dan tepat guna sehingga dapat dimanfaatkan masyarakat secara luas.
(Ririn Nur Febriani/"PR" )***

Sumber : Pikiran Rakyat

Tidak ada komentar: