Kamis, 17 Juli 2008

Jalan Panjang Menghapus Kaki Gajah

PARASITOLOGI
Jalan Panjang Menghapus Kaki Gajah

Siapa sangka, penyakit kaki gajah ternyata jejak penyebarannya hampir di semua kota/kabupaten di Indonesia. Angka kasus kronis dengan kecacatan menetap pun melesat tinggi. Meskipun kondisinya semakin mengkhawatirkan, penyakit yang telah lama menjangkiti masyarakat ini seolah terlupakan.

Filariasis atau dikenal sebagai kaki gajah, dalam situs CDC disebutkan, merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan cacing filaria dan ditularkan melalui nyamuk. Dilihat dari namanya, banyak orang mengira manifestasi klinis menahun penyakit itu berbentuk pembesaran kaki, padahal hal itu juga bisa terjadi pada organ tubuh lain, termasuk alat kelamin.

Ciri-ciri cacing itu antara lain, cacing dewasa (makrofilaria) bentuknya seperti benang putih kekuningan, sedangkan larva cacing filaria (mikrofilaria) berbentuk seperti benang putih.
Makrofilaria jantan dan betina hidup di saluran dan kelenjar limfe. Pada malam hari, mikrofilaria terdapat dalam jaringan darah tepi, dan siang hari mikrofilaria ada di kapiler alat-alat dalam seperti paru-paru, jantung, dan hati.

Siklus hidup filaria pada tubuh nyamuk terjadi jika nyamuk itu menggigit dan mengisap darah penderita filariasis sehingga mikrofilaria di tubuh pasien ikut terisap ke badan nyamuk. Mikrofilaria lalu menembus dinding lambung dan bersarang di antara otot dada. Pada stadium tiga, gerak larva sangat aktif sehingga mulai pindah dari rongga perut, ke kepala, dan ke alat tusuk nyamuk.

Bila nyamuk pembawa mikrofilaria ini menggigit manusia, mikrofilaria berbentuk larva infektif itu masuk ke tubuh manusia. Bersama aliran darah, larva keluar dari pembuluh kapiler dan masuk ke pembuluh limfe. Setelah dewasa, cacing filaria akan menyumbat pembuluh limfe sehingga menyebabkan pembengkakan misalnya pada kaki dan tangan.

Seseorang dapat tertular atau terinfeksi penyakit kaki gajah ketika orang itu digigit nyamuk infektif, yaitu nyamuk yang mengandung larva stadium tiga (L3).

Menurut situs Dikmenum, nyamuk itu mendapat mikrofilaria pada saat mengisap darah penderita filariasis yang mengandung mikrofilaria. Kemudian, nyamuk yang mengandung larva stadium tiga itu menggigit orang lain.

Apabila terserang penyakit kaki gajah, gejala klinis akut yang tampak, antara lain, demam berulang-ulang, pembengkakan kelenjar getah bening sampai terlihat di daerah lipatan paha, sementara ketiak tampak kemerahan, panas dan sakit. Selain itu, terjadi pembesaran organ tubuh seperti tungkai, lengan, payudara, buah zakar terlihat agak kemerahan dan merasa panas.

"Gejala klinis filariasis kronis antara lain berupa pembesaran menetap pada tungkai, lengan, buah dada, dan buah zakar. Jadi, penderita penyakit ini tidak mesti mengalami pembengkakan pada bagian kaki, melainkan bisa juga pada bagian tubuh lain," kata Kepala Seksi Filariasis Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Siti Ganefa.

Jika tidak segera diobati, pembesaran terus terjadi hingga membentuk jaringan ikat dan menimbulkan kecacatan menetap beberapa tahun kemudian. Hal ini bisa menimbulkan stigma sosial, hambatan psikologis, dan kerugian ekonomi. Selain produktivitasnya berkurang, asupan gizi si penderita menurun karena tidak bisa lagi mencari nafkah. Dalam banyak kasus, penderita filariasis kronis cenderung menarik diri dari lingkungan sosial karena merasa malu.

Agar tidak terjadi kecacatan permanen, diagnosis penyakit kaki gajah perlu dilakukan sejak dini. Caranya, dengan mengenali gejala-gejala klinis akut maupun kronis, yang dipastikan melalui pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan itu dilakukan dengan pengambilan darah pada jari penderita saat malam hari. Saat itu cacing filaria berada di jaringan darah tepi.

Untuk mencegah serangan penyakit kaki gajah, banyak cara bisa dilakukan. Sebagai contoh, menghindarkan diri dari gigitan nyamuk vektor dengan memakai kelambu sewaktu tidur, menutup ventilasi rumah dengan kasa nyamuk, menggunakan obat antinyamuk. Selain itu, pencegahan dapat juga dilakukan dengan cara memberantas jentik-jentik nyamuk dengan membersihkan bak air di rumah, serta menimbun, mengeringkan, atau mengalirkan genangan air yang jadi tempat indukan nyamuk.

Sejauh ini, pengobatan filariasis, baik secara perseorangan maupun pengobatan massal, dalam jangka panjang digunakan DEC (Diethil Carbamazine Citrate). Obat ini membunuh mikrofilaria dan makrofilaria atau cacing dewasa. Sampai saat ini, DEC merupakan obat penyakit kaki gajah yang efektif, aman, dan relatif murah.

Terabaikan

Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, lebih dari 120 juta orang di seluruh dunia telah terinfeksi penyakit kaki gajah, dan sekitar 40 juta penderita di antaranya telah mengalami kecacatan menetap. Selain itu, lebih dari satu miliar orang berada di daerah endemis penyakit itu. Di negara-negara tropis dan subtropis, tempat penyakit ini banyak ditemukan, prevalensi infeksinya terus meningkat.

"Meski telah lama menjangkiti banyak negara di dunia, filariasis termasuk penyakit yang terabaikan. Sebab, kita sibuk menghadapi berbagai penyakit baru," kata Direktur Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depkes Erna Tresnaningsih.

Hal ini seiring dengan pembangunan perkotaan di banyak negara berkembang yang tidak terencana dan makin padat sehingga menciptakan tempat- tempat perindukan nyamuk yang menularkan penyakit ini. Perburukan penyakit kronis ini lebih banyak dijumpai pada komunitas masyarakat miskin, orang dewasa, dan berjenis kelamin pria, khususnya untuk hydrocoele (pembesaran pada buah zakar).

Menurut data Depkes, sampai Mei tahun 2007 tercatat 11.189 kasus kronis filariasis yang dilaporkan daerah. Para penderitanya tersebar di 378 kabupaten/kota. Berdasar survei darah jari dan epidemiologi, 321 kabupaten/kota atau 72,78 persen dari total jumlah kota/kabupaten di Indonesia tergolong daerah endemis filariasis.

Jumlah penduduk di daerah endemis yang berisiko tertular filariasis, 150 juta jiwa. Diperkirakan ada 28,5 juta kasus sumber penular filariasis. Menurut Survei Kerugian Ekonomi Tahun 2000 oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, total kerugian ekonomi di daerah endemis per tahun diperkirakan mencapai Rp 20,9 triliun.

Mengingat besarnya kerugian akibat penyakit ini, pemerintah menargetkan filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia pada tahun 2020. Terkait hal itu, pemerintah menerapkan strategi memutus mata rantai penularan filariasis dengan pengobatan massal di daerah endemis penyakit itu didukung jajaran pemerintah daerah.

Jadi, jika menemukan kasus filariasis, masyarakat diminta segera melakukan pengobatan massal menggunakan DEC, Albendazole, dan parasetamol dengan dosis tunggal sekali setahun selama minimal lima tahun di daerah itu. Hal ini bertujuan menurunkan prevalensi mikrofilaria menjadi kurang dari satu persen.

Di Kota Bekasi, beberapa tahun belakangan ini pengobatan massal filariasis dilakukan di hampir semua kelurahan. "Karena dana operasional terbatas, penambahan kader dan kegiatan sosialisasi penanggulangan filariasis sulit dilakukan," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit-Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Bekasi Retni Yonti.

Strategi lain adalah mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis, mengembangkan penelitian, dan memperkuat surveilans, serta pengendalian vektor terpadu. "Yang tidak kalah penting adalah mendorong perilaku hidup bersih dan sehat, serta terwujudnya lingkungan sehat. Upaya mengubah perilaku masyarakat ini justru paling sulit," ujar Erna.

Sumber : Kompas

1 komentar:

Harmaya, MD mengatakan...

Mencegah memang lebih baik daripada mengobati.Pengobatan massal untuk pencegahan filariasis menjadi sangat urgen dilakukan,terutama di daerah2 yg populasi nyamuknya luar biasa.

Sayangnya,pengobatan ini bukannya tanpa efek samping..yg membuat beberapa warga enggan untuk mengkonsumsinya.